Telpon: (0370) 643168 Email: -

Merencanakan Kehidupan Berkeluarga

MERENCANAKAN KEHIDUPAN BERKELUARGA

Oleh :

Lalu Widya Bhakti Utama, S. Sos. (PKB Ahli Muda)


Bumi sesungguhnya dapat menjadi tempat hidup yang lebih layak dan lebih baik untuk kita maupun generasi mendatang apabila salah satunya kita dapat merencanakan keluarga dengan baik.

Merencanakan keluarga akan berdampak pada terkelolanya jumlah penduduk dunia dan yang lebih penting adalah meningkatkan kualitas hidup kita sendiri. Dengan merencanakan kehidupan berkeluarga kita dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan dan akhirnya dapat dapat menikmati kehidupan dengan lebih baik.

Apa yang perlu dilakukan dalam merencanakan kehidupan berkeluarga? Lakukanlah hal-hal di bawah ini :

  • Menikahlah pada usia yang ideal yaitu 21 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk pria
  • Melahirkanlah pada usia yang ideal yaitu 21 – 34 tahun
  • Menjaga jarak ideal kehamilan yaitu 2 - 4 tahun
  • Memperhatikan kesehatan dan gizi sebelum serta selama kehamilan (seperti anemia).
  • Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin pada saat kehamilan
  • Memperhatikan kesehatan dan gizi pada bayi dan anak
  • Melakukan pemeriksaan rutin kesehatan bagi bayi dan anak termasuk imunisasi
  • Mengasuh anak dengan baik
  • Melakukan komunikasi yang baik dengan anak dan remaja
  • Merencanakan hari tua sejak dini antara lain perencanaan ekonomi, sosial, dan psikologis


Bagaimana dampak pernikahan dini pada persoalan kependudukan? Pernikahan dini merupakan persoalan serius di banyak negara berkembang dan terbelakang termasuk juga di Indonesia. Tingginya pernikahan dini membawa dampak pada persoalan kesehatan, kemiskinan, kesejahteraan, dan juga pertambahan penduduk yang tidak terkendali.

Mengapa menikah di usia muda tidak dianjurkan? Seseorang dimungkinkan untuk menikah pada usia di bawah 21 tahun sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, yang menyebutkan usia minimal menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan bagi laki-laki 19 tahun, tetapi perlu diingat bahwa menikah membutuhkan kesiapan baik secara: fisik, mental/ emosional/ psikologis, serta kesiapan ekonomi/sosial.

Tujuan pernikahan salah satunya adalah untuk melanjutkan keturunan, atau dengan kata lain artinya pasangan menikah karena ingin memiliki anak. Dengan demikian, persiapan untuk menuju kehamilan dan melahirkan harus direncanakan dengan baik.

Apa yang disebut dengan kesiapan fisik? Secara umum, seorang perempuan disebut siap secara fisik untuk hamil jika ia telah menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya, yaitu sekitar usia 21 tahun, sehingga usia 21 tahun bisa dijadikan pedoman kesiapan fisik.

Perempuan yang belum mencapai usia 21 tahun masih sedang berada di dalam proses pertumbuhan dan perkembangan fisik.

Apa yang dimaksud dengan kesiapan mental/emosi/ psikologis? Yang dimaksud dengan kesiapan mental adalah saat dimana seorang perempuan dan pasangannya merasa telah ingin mempunyai anak dan merasa telah siap menjadi orang tua termasuk mengasuh dan mendidik anaknya.

Kesiapan sosial/ ekonomi yang bagaimana perlu diketahui? Secara ideal jika seorang bayi dilahirkan maka ia akan membutuhkan kasih sayang orang tuanya dan juga sarana yang membuatnya bisa tumbuh dan berkembang. Bayi membutuhkan tempat tinggal yang tetap. Karena itu remaja dikatakan siap jika ia bisa memenuhi kebutuhan dasar seperti pakaian, makan-minum, tempat tinggal dan kebutuhan pendidikan bagi anaknya.

Dalam hal ini meskipun seorang remaja perempuan telah melampaui usia 21 tahun tetapi ia dan pasangannya belum mampu memenuhi kebutuhan sandang pangan dan tempat tinggal bagi keluarganya, maka ia belum dapat dikatakan siap untuk hamil dan melahirkan.

Apa yang terjadi jika seorang perempuan menikah/hamil pada usia sangat muda (di bawah 21 tahun)? Karena tubuhnya belum berkembang secara maksimal, maka perlu dipertimbangkan hambatan/ kerugian antara lain :

  • Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehamilannya termasuk kontrol kehamilan. Ini berdampak pada meningkatnya berbagai risiko kehamilan
  • Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami ketidakteraturan tekanan darah yang dapat kehamilan serta berdampak pada keracunan kejang yang berakibat pada kematian
  • Penelitian juga memperlihatkan bahwa kehamilan usia muda (di bawah 21 tahun) sering kali berkaitan dengan munculnya kanker rahim. Ini erat kaitannya dengan belum sempurnanya dinding rahim pada usia tersebut.


Dari pertimbangan psikologis, remaja masih merupakan kepanjangan dari masa kanak-kanak. Kebutuhan untuk bermain dengan teman sebaya, kebutuhan untuk diperhatikan, disayang, dan diberi dorongan masih begitu besar sebelum ia benar-benar siap untuk mandiri.

Wawasan berpikir remaja belum luas dan umumnya emosinya belum cukup matang untuk bisa menghadapi kesulitan dan pertengkaran yang ditimbulkan pasangan hidup dan lingkungan rumah tangga sekitarnya.

Hal lain yang penting adalah apakah mereka telah mampu mandiri dalam hal ekonomi. Jika seorang perempuan harus menikah pada usia yang sangat muda, maka untuk dapat memenuhi ketiga kebutuhan di atas, ia dapat menunda kehamilannya sampai ia berusia di atas 21 tahun. Dengan demikian ia mempunyai peluang untuk melahirkan bayi lebih sehat dengan cara yang lebih mudah.

Namun perlu diketahui bahwa data memperlihatkan tingkat perceraian dari mereka yang menikah terlalu muda sangat tinggi, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang menikah di atas usia 21 tahun (untuk perempuan).

Perceraian akan membawa dampak buruk pada perkembangan anak dan tentunya pada generasi mendatang.